Neuropsikologi dan Psikologi Forensik

Neuropsikologi dan Psikologi Forensik

Ayu Dewi Yulia & Aditya Bayu Aji

Fakultas Psikologi Universitas Airlangga

 http://www.tcneuropsychology.com/Brain_Picture.jpg

Otak manusia sangatlah menakjubkan, dengan berat hanya 1.36 kilogram dan volume sekitar 1,250 cm3, otak manusia memiliki kemampuan untuk memonitor dan mengontrol sistem yang mendukung kehidupan dasar kita, untuk menentukan postur kita, dan mengarahkan gerak kita, untuk menerima dan menginterpretasikan informasi tentang dunia di sekeliling kita, dan untuk menyimpan informasi kehidupan kita yang mudah untuk diakses kembali. Kerja otak membuat kita mampu untuk menyelesaikan permasalahan dari yang sifatnya sangat praktis sampai yang sangat abstrak, untuk berkomunikasi dengan sesama manusia menggunakan bahasa, mengkreasikan ide-ide dan membayangkan hal-hal yang mungkin tidak pernah ada sebelumnya, untuk merasakan cinta, kebahagiaan, dan kekecewaan, dan untuk menyadari diri kita sebagai individu.

Kerja otak kita yang sangat kompleks menjadi suatu kajian yang menarik dan menantang bagi ilmu pengetahuan-ilmu pengetahuan kontemporer (Beaumont, 2008). Oleh karena itu, tulisan kali ini akan mengulas singkat tentang bagaimana tantangan pemahaman neuropsikologi juga dibutuhkan dalam bidang Psikologi Forensik.

 

Neuropsikologi

Neuropsikologi, sebagai bagian dari neurosains, telah berkembang menjadi spesialisasi tersendiri dari psikologi selama 40 tahun terakhir ini. Neuropsikologi berupaya  menemukan pemahaman terkait dengan hubungan antara otak dengan perilaku, yaitu penjelasan tentang bagaimana aktivitas di otak diekspresikan melalui perilaku yang tampak. Mekanisme apa yang bertanggung jawab pada cara manusia berpikir, belajar dan menunjukkan emosi, bagaimana mekanisme ini bekerja, dan apa dampaknya jika terjadi perubahan pada kondisi otak dikaitkan dengan perilaku?

Kemajuan ilmu pengetahuan telah sangat besar khususnya di bidang neurosains selama satu atau dua dekade terakhir, membuahkan optimisme yang sangat besar dari para peneliti untuk memahami struktur dan fungsi otak. Hal ini didorong pula degan peningkatan integrasi dari berbagai ilmu terkait dengan neurosains dan penyebaran temuan baik eksperimental  maupun teoritis.

Neuropsikologi seringkali dibedakan menjadi dua area utama: neuropsikologi klinis dan neuropsikologi eksperimental. Perbedaan yang paling mendasari diantara keduanya adalah, pada neuropsikologi klinis subjeknya adalah mereka yang memiliki kerusakan pada otaknya, sedangkan pada studi eksperimental subjeknya adalah orang-orang dengan otak yang normal, walaupun mungkin metode investigasi yang digunakan juga berbeda-beda.

Neuropsikologi klinis berhubungan dengan  pasien-pasien yang memiliki kerusakan pada otaknya. Kerusakan ini bisa diakibatkan oleh penyakit atau tumor, kerusakan secara fisik, maupu karena trauma otak, atau bisa juga karena adanya perubahan biokimiawi. Neuropsikologi klinis mengukur kemunduran pada intelejensi, kepribadian, dan fungsi sensori-motorik dengan prosedur tes terstandar, kemudian menghubungkan hasilnya dengan lokasi di otak yang terkena dampak.

Dalam neuropsikologi banyak digunakan berbagai teknik pengukuran dalam rangka pengambilan data kerja otak dan perilaku. Asesmen neuropsikolgi didefinisikan sebagai evaluasi otak dan fungsi sistem saraf yang berhubungan dengan tingkah laku .Tes-tes neuropsikologi menggunakan alat-alat yang telah terstandarisasi. Tugas-tugas alat tes ini telah didesain sedemikian rupa sehingga performa alat-alat tersebut dapat dihubungkan pada proses neurokognitif yang spesifik.

  1. Teknis neuroimaging
    1. Computerized Axial Tomography (CAT) menggunakan Sinar X yang dikompilasikan oleh komputer
    2. Magnetic Resonance Imaging (MRI) menggunakan frekuensi-frekuensi radio yang tidak membahayakan dan interaksinya dengan otak, yang kemudia diukur oleh komputer sehingga menciptakan gambar-gambar otak
    3. Positron Emitted Tomography (PET) menggunakan larutan radioaktif yang disuntikkan untuk kemudian dikaji aktivitas metabolik otak
    4. Electroencephalography (EEG) merekam aktivitas elektrik otak (“gelombang otak”) dari kabel-kabel yang dilekatkan ke permukaan kulit kepala
  2. Tes psikologi
  3. Batere Tes: Reitan-Halstead
  4. Pendekatan batere lainnya: WAIS (Wechsler Adult Intelligence Scale) asesmen fungsi kognitif; LNNB 1 (Luria Nebraska Neuropsychological Battery) dan LNNB 2

Asesmen neuropsikologis memberikan bukti-bukti yang objektif sesuai faktanya, sehingga disebut bahwa asesmen neuropsikologis adalah “standar emas”nya bila dibandingkan dengan alat-alat diagnostik lainnya untuk mengetahui adanya patologi di otak, hanya autopsi satu-satunya yang dapat “mengalahkan” keakuratan asesmen neuropsikologi.

Neuropsikologi dalam psikologi Forensik

Neuropsikologi dalam psikologi forensik atau yang lebih dikenal dengan neuropsikologi forensik adalah subspesialisasi dari neuropsikologi. Forensik neuropsikologi mencakup hubungan antara hukum dengan neuropsikologi. Seorang neuropsikologis forensik seringkali dipanggil untuk menjadi saksi ahli baik pada kasus-kasus kriminal atau kasus-kasus sipil untuk memberikan pendapat mereka di pengadilan tentang isu-isu yang terkait.

Seorang ahli neuropsikologi forensik memberikan informasi penting untuk kasus-kasus hukum dimana isu-isunya terkait dengan dimensi-dimensi demensia, kerusakan otak, retardasi mental, fungsi intelektual, gangguan mental, dan/atau trauma. Ia juga akan mengidentifikasikan bagaimana otak berfungsi pada individual dan social melibatkan tidak hanya ilmu pengetahuan dan pengetahuan medis.

Neuropsikologi forensik mengidentifikasikan perilaku normal dari otak dan gangguan-gangguan otak yang memproduksi perilaku-perilaku kriminal dan juga luka. Neuropsikologi forensik mempelajari struktur kongenital otak dan keseimbangan kimiawi yang memiliki dampak negatif pada perilaku-perilaku sosial. Beberapa psikolog percaya bahwa agresi terjadi karena adanya  reaksi biokimia yang menstimulasi neurotransmitter tertentu di otak yang merangsang sifat agresi predator pada manusia. Hubungan antara neurotransmitter-neurotransmiter ini dan kimia yang menstimulasi adalah fokus dari neuropsikologi dengan tujuan untuk memahami asal dari perilaku kriminal.

Neuropsikolog bukanlah seorang dokter, tetapi doktor psikologi (S3) yang bidang studinya berfokus pada otak dan fungsinya. Tes-tes neuropsikologis di desain untuk mengetahui kapasitas otak terkait memori jangka panjang dan jangka pendek, penalaran abstrak, perhatian, konsentrasi, fungsi eksekutif, kemampuan motorik dan faktor-faktor psikologis dan kognitif lainnya.

Mengidentifikasi dan menilai perilaku kriminal memang fungsi yang penting dari neuropsikologi forensik, namun rencana perawatan juga merupakan aspek yang penting pada perawatan psikologis dan proses rehabilitasi. Psikologi forensik menggunakan semua yang telah mereka pelajari ketika melakukan asesmen individual kemudian mengaplikasikan menjadi rencana perawatan. Perawatan bisa mencakup pengobatan dan psikoterapi. Selain yang telah disebutkan diatas, neuropsikolog forensik seringkali juga diminta oleh pengadilan untuk menjadi saksi ahli atau membantu penyelidikan.

 

Referensi

Beaumont, J. Graham. 2008. Introduction to Neuropsychology – 2nd ed.New York: The Guillford Press

O’Connor, T.  (2012). “Overview of Forensic Psychology,” MegaLinks in Criminal Justice. Diambil dari  http://www.drtomoconnor.com/3210/3210lect08b.htm.

Johnson, Gordon. 1997-2012. Neuropsychology. Diambil dari http://tbilaw.com/NeuropsychologyPage.php

Chialant, Dorianna. What is Forensic Neuropsychology. Diambil dari http://dorianachialant.com/forensic/whatis.htm

Olivarez, Brittany. 2011. What is Forensic Neuropsychology. Diambil dari http://helpingpsychology.com/what-is-forensic-neuropsychology

Iklan

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s