Mendampingi anak dengan trauma di Sekolah

Mendampingi anak dengan trauma di Sekolah

Oleh: Margaretha

Fakultas Psikologi Universitas Airlangga, Surabaya

trauma schools1

Anak yang mengalami krisis atau tekanan besar dalam hidupnya dapat mengalami trauma. Anak dengan trauma dapat mengalami problem, seperti: sulit tidur, mimpi buruk, menjadi sangat bergantung pada orang lain, atau menjadi menjauh/menarik diri dari orang lain, sulit makan, berperilaku agresif, dan frustasi. Di sekolah, juga bisa muncul masalah perilaku seperti: sulit konsentrasi, dan kesulitan mengikuti instruksi di kelas dan bekerja/belajar dalam kelompok. Sayangnya, problem perilaku ini dapat membuat orang dewasa di sekitar anak salah paham bahwa anak mengalami kesulitan belajar, kesulitan konsentrasi atau gangguan kecemasan biasa. Akibatnya, Guru tidak bisa memahami masalah anak dan kurang dapat memberikan bantuan yang sesuai dengan kebutuhan anak.

Trauma dapat mempengaruhi proses belajar, perilaku anak dan juga interaksi anak dengan orang-orang di sekelilingnya. Oleh karena itu, Guru perlu memahami apa trauma dan bagaimana mendampingi anak dengan trauma di sekolah. Guru juga perlu membekali diri untuk mampu membantu anak didiknya yang mengalami trauma agar bisa belajar walaupun sedang berada dalam situasi krisis. Tulisan ini menguraikan mengenai apa trauma pada anak usia sekolah dan strategi yang dapat dilakukan Guru di sekolah untuk mendampingi anak dengan trauma. Baca lebih lanjut

Perkembangan seksual anak dan remaja

Perkembangan seksual anak dan remaja

Oleh: Margaretha

Fakultas Psikologi Universitas Airlangga

Disampaikan dalam Seminar Pencegahan Pelecehan Seksual di Sekolah untuk Orang Tua

child sexual 2

Sebagian besar masyarakat memahami bahwa anak mengalami masa perkembangan, akan tetapi, terkadang sulit bagi orang tua untuk memahami bahwa anaknya adalah mahluk seksual yang juga mengalami perkembangan seksual. Anak mengalami perkembangan seksual secara tipikal, atau yang biasa terjadi pada anak seusianya. Baca lebih lanjut

Peran Keluarga Sebagai Kunci Dalam Intervensi Kenakalan Remaja

Oleh: Meutia Ikawidjaja

Mahasiswa peserta Mata Kuliah Psikologi Forensik
Fakultas Psikologi Universitas Airlangga

2Akhir-akhir ini kenakalan remaja menjadi hal yang tidak asing lagi bagi kita. Banyaknya pemberitaan mengenai kenakalan remaja yang terjadi, mulai dari tindak kekerasan, pencurian, kelompok remaja, penyerangan, tawuran pelajar, penggunaan obat terlarang dan alkohol serta berbagai bentuk lain yang melanggar hukum. Di Jakarta, Kapolda Metro Jaya mencatat terjadi peningkatan kasus kenakalan remaja dari 30 kasus di tahun 2011 menjadi 41 kasus di tahun 2012 yaitu sebesar 37% (WBP, 2012). Pada tahun yang sama di DI Yogyakarta juga terjadi peningkatan menjadi 135 kasus kenakalan remaja (Sugiarto, 2012). Selama tahun 2013 dan 2014 sejumlah kenakalan remaja juga masih ramai diberitakan. Salah satu kasus kenakalan remaja yang cukup banyak diberitakan adalah kelompok remaja Brasmada. Baca lebih lanjut

Ada Apa Di Balik Kriminalitas Remaja Indonesia?

Oleh : Hikmania Ayu Febrianti

Mahasiswa Peserta Mata Kuliah Psikologi Forensik di Fakultas Psikologi Universitas Airlangga, Surabaya

b0828d6c036efdc6fedd931264498a3d_tik5 

Latar Belakang

Fenomena geng remaja akhir-akhir ini menjadi buah bibir masyarakat Indonesia. Bagaimana tidak? Geng remaja yang ada, banyak melakukan aksi-aksi yang merugikan dan meresahkan masyarakat. Aksi yang mereka lakukan seperti aksi kebut-kebutan di jalan menggunakan motor, pemalakan, pencurian, dll. Salah satu kasus yang menjadi sorotan adalah adanya aksi Geng Brasmada di Balikpapan yang menewaskan satu orang siswa SMA yang terjadi pada bulan Februari tahun 2013.

Seorang siswa SMA di Balikpapan dikabarkan tewas setelah dikeroyok oleh anggota geng motor yang disingkat Brasmada (Berani Senggol Mandi Darah). Korban yang bernama Alan Darma Saputra tersebut tewas setelah dikeroyok dan mendapatkan tiga buah luka tikaman sajam menembus tubuhnya di bagian punggung, dada serta pinggang. Korban yang awalnya hanya berniat untuk membeli Salome di sebuah warung tersebut dikeroyok oleh geng Brasmada karena tidak bisa memberikan uang sesuai yang diminta oleh geng tersebut (Rideng, 2013). Geng brasmada tersebut juga diketahui telah menyiapkan senjata tajam berupa sajam atau badik serta parang dalam melakukan aksinya (Ono, 2013). Tidak hanya melakukan kekerasan, para remaja anggota geng motor tersebut juga berani membunuh orang lain. Baca lebih lanjut