Melampaui Narsis (surviving narcissist)
Revisi tulisan tahun 2012
Oleh: Margaretha
Apakah anda pernah bertemu dengan orang dengan ciri-ciri berikut: lebih memperhatikan dirinya daripada orang lain di berbagai situasi, secara mendalam merasa dirinya lebih penting daripada orang lain, menuntut dihargai dan berharap dipuja, kurang bisa mengembangkan empati pada orang lain, dan cenderung merendahkan orang lain. Jika ya, mungkin anda pernah berhadapan dengan seorang narsis.
Arti narsis
Istilah narsis didapat dari kata Narcissus dalam mitologi Yunani kuno. Menurut mitos, Echo adalah dewi hutan yang jatuh cinta pada Narcissus. Narcissus adalah pemuda yang sangat tampan namun secara berlebihan memperhatikan dirinya sendiri dan menganggap dirinya lebih dari orang lain hingga sering meremehkan orang lain. Narcissus selalu menolak dan menampik ekspresi cinta Echo, hingga Echo patah hati dan mati. Atas kesombongan Narcissus, Dewa Zeus marah dan mengutuknya seumur hidup tidak akan mengalami cinta. Suatu waktu, Narcissus merasa haus, lalu datang ke kolam air yang jernih. Ketika bersimpuh untuk mengambil air di kolam itu, ia melihat bayangan dirinya dan jatuh cinta pada bayangan dirinya sendiri. Namun karena ia tidak mendapatkan respon dari bayangan diri yang dicintainya, akhirnya Narcissus mati di samping kolam dekat bayangan dirinya. Akhirnya karakter memegahkan diri sendiri dan merendahkan orang lain menjadi gambaran dari istilah narsis.
Siapa narsis?
Seorang narsis akan menempatkan dirinya sebagai pusat dari apapun yang dialaminya. Ia akan sulit menempatkan dirinya di posisi orang lain, sehingga sulit berempati. Ia akan merasa dirinya lebih penting dan lebih baik daripada orang lain sehingga cenderung merendahkan orang lain, namun pada saat yang bersamaan, narsis sangat peka terhadap penolakan dari orang-orang di sekitarnya. Jika mengalami penolakan atau perilaku yang tidak sesuai dengan kehendaknya, maka ia akan bereaksi secara agresif baik dalam bentuk ancaman maupun perilaku kekerasan. Lalu jika disertai dengan rendahnya empati, dapat membuat mereka sulit merasa bersalah atas perilaku menyakiti orang lain.
Gejala narsisisme
Ada beberapa tanda dan gejala kepribadian narsis. Namun perlu dipahami derajat keparahan gejala bervariasi. Beberapa gejala dapat tampak seperti:
- Merasa dirinya sangat penting dibandingkan orang lain secara berlebihan
- Merasa memiliki hak untuk diperlakukan istimewa dan khusus
- Membutuhkan kekaguman yang terus-menerus dan berlebihan
- Berharap diakui sebagai atasan bahkan tanpa dasar prestasi
- Membesar-besarkan prestasi dan bakat yang dimilikinya
- Disibukkan dengan fantasi tentang kesuksesan, kekuatan, kecemerlangan, kecantikan, atau pasangan yang sempurna
- Memiliki keyakinan bahwa mereka lebih unggul dan hanya bisa bergaul dengan orang yang sama-sama istimewa
- Memonopoli percakapan dan meremehkan atau memandang rendah orang-orang yang mereka anggap lebih rendah
- Tidak suka dibantah atau dipertanyakan keinginannya
- Memanfaatkan orang lain untuk mendapatkan apa yang mereka inginkan
- Tidak mampu atau tidak mau memahami kebutuhan dan perasaan orang lain
- Iri pada orang lain dan berpikir bahwa justru orang lain yang iri pada mereka
- Berperilaku sombong atau angkuh, tampil angkuh, sombong, dan sok
- Bersikeras untuk mendapatkan yang terbaik dari semuanya – misalnya, mobil atau pakaian terbaik.
Pada saat yang sama, orang dengan kepribadian narsisistik akan mengalami kesulitan dalam berhadapan dengan apa pun yang mereka anggap sebagai kritik, misalkan:
- Menjadi tidak sabar atau marah ketika mereka tidak menerima perlakuan khusus
- Bermasalah dalam hubungan interpersonal/intim dan mudah merasa diremehkan
- Bereaksi dengan marah atau jijik dan meremehkan orang lain untuk membuat diri mereka tampak lebih unggul
- Memiliki kesulitan mengatur emosi dan perilaku
- Mengalami masalah besar yang berhubungan dengan stres dan beradaptasi dengan perubahan
- Merasa tertekan dan murung jika merasa mereka gagal tampil sempurna
- Memiliki perasaan tidak aman, malu, rentan, dan terhina.
Orang dengan narsisisme sangat rendah kemampuannya dalam mengelola stress dan frustasi. Jika mengalami frustasi, apalagi jika menghadapi tantangan yang beresiko menjatuhkan harga dirinya, ia akan menjadi sangat agresif dan menyerang orang lain. Kadang, dalam rangka menutupi kekurangannya, seorang narsis akan menampilkan dirinya hebat dan sempurna serta tidak jarang menjadi sombong. Tapi sebenarnya, seorang narsis memiliki harga diri yang sangat rapuh. Sikap sok-sombong dan tidak empatik-menyakiti orang lain, hanyalah cara mereka membangun benteng atas kerapuhan egonya.
Jenis narsisisme
Menurut Psikolog Ramani Durvasula, ada 4 jenis narsisisme:
- Narsis yang merasa besar (grandeur narcissist): gejala utama merasa diri hebat dan sering menampilkan diri untuk menjadi pusat perhatian. Ini adalah bentuk narsisisme yang tradisional.
- Narsis yang tertutup (covert narcissist): tampil seperti orang yang lemah/korban, merasa marah pada dunia, namun memiliki fantasi bahwa suatu saat akan menjadi hebat. Karakter “Joker”dalam seri Batman disebut menggambarkan sifat narsis yang tertutup ini.
- Narsis yang jahat (malignantnarcissist): bisa tampil manipulatif untuk mencapai tujuannya. Menggunakan orang lain agar terpenuhi kebutuhannya. Sikap narsis yang jahat ini bisa membuatnya menjadi berperilaku psikopatik. Mereka tidak ragu menggunakan kontrol dengan kekerasan.
- Narsis yang tampak baik (noble narcissist): menampilkan diri suka berbuat baik, amal dan menolong orang agar dapat pengakuan dari orang-orang yang melihatnya bukan karena sungguh ingin berbuat baik. Namun, sikap baik hanya di depan publik, namun mereka akan menjadi kasar dan tidak empatik kepada keluarga atau pasangannya sendiri.
Epidemi narsisisme
David Brooks dalam artikelnya di New York Times pada 10 Maret 2011 menyebut narsisisme sebagai gangguan yang telah termanifestasi secara umum di Amerika Serikat. Ia menjelaskan hal ini terjadi karena masyarakat modern mulai bergeser dari nilai yang menekankan pada kerendahan hati (tidak fokus pada diri sendiri atau self- effacement) menuju nilai yang lebih menghargai diri sendiri (memberi ruang pada pengembangan diri atau self-expansion). Namun yang menjadi persoalan adalah ketika meningkatkannya self esteem tanpa didasari oleh kenyataan, atau ketika individu menilai dirinya lebih dari apa yang sebenarnya dimilikinya. Akibatnya individu akan memiliki jarak antara diri ideal (ideal self) dan diri actual (actual self).
Terlebih dengan era sosial media saat ini, membuat diri menjadi pusat perhatian menjadi suatu yang biasa. Manusia pengguna sosial media, berlomba-lomba untuk mendapatkan respon“like”atau pengikut yang menunjukkan kehebatannya dan pengakuan dari orang lain. Tanpa sadar, proses perilaku seperti ini bisa memunculkan kesulitan empati dan peka terhadap orang-orang di sekitarnya. Bahkan demi mendapatkan perhatian, bisa saja melakukan hal yang akan berdampak menyakiti orang lain di sekitarnya, misalkan: mempertontonkan kengerian atau hal yang memalukan bagi orang lain demi mendapatkan rating atau followers.
Pertanyaannya, apakah perilaku seperti ini adalah gangguan mental klinis? Belum tentu semua orang yang tampak narsis di sosial media tergolong sebagai orang dengan gangguan kepribadian narsisisme. Hanya memiliki sebagian gejala bukan artinya tergolong memiliki gangguan klinis. Ada gradasi persoalan gejala narsisisme yang bisa terjadi pada diri seseorang. Batas resiko gejala narsisisme menjadi gangguan adalah ketika seseorang secara berlebih mengutamakan perilaku narsisisme di sosial media dan mengacuhkan kehidupannya nyatanya (hubungan sosial yang nyata dengan orang-orang di sekitarnya); atau ketika harga diri seseorang hanya ditentukan oleh seberapa banyak respon “like”atau followerssosial media yang didapatnya. Jika demikian, gejala narsisisme bisa beresiko menjadi suatu persoalan gangguan mental.
Diagnosa Gangguan Kepribadian Narsisisme
Gangguan kepribadian adalah salah satu gangguan mental manusia yang cukup berat dan terjadi di masyarakat dengan prevalensi 1-6% dengan mayoritas dialami laki-laki (DSM V, 2015). Gangguan kepribadian adalah pola pengalaman dan perilaku batiniah yang bertahan lama yang menyimpang dari ekspektasi budaya individu, bersifat pervasif dan tidak fleksibel, biasanya muncul pertama kali pada masa remaja atau masa dewasa awal (kadang mulai usia 15 tahun mulai tampak, dan menetap sejak usia masuk dewasa), menetap dari waktu ke waktu, dan menimbulkan stress atau gangguan. Untuk bisa mengidentifikasi gangguan kepribadian, harus terpenuhi beberapa kriteria:
- Suatu pola pengalaman dan perilaku yang bertahan lama yang menyimpang dari ekspektasi budaya tempat hidupnya. Pola ini dimanifestasikan dalam dua (atau lebih) area berikut:
- Kognisi (mis., cara memahami dan menafsirkan diri, orang lain, dan peristiwa).
- Perasaan/afek (dalam hal rentang, intensitas, kelayakan, dan kesesuaian respon emosional).
- Fungsi dalam hubungan interpersonal.
- Kontrol impuls.
- Pola menetap, tidak fleksibel dan mempengaruhi secara mendalam di berbagai situasi pribadi dan sosial.
- Pola pikir, merasa dan perilaku yang bertahan lama akan menyebabkan stress atau gangguan klinis yang signifikan secara sosial, sosial, atau bidang fungsi penting lainnya.
Panduan dari Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders(DSM) V oleh American Psychiatric Association(2015) menyatakan bahwa gangguan kepribadian narsisisme ditandai dengan adanya pola pikir yang merasa dirinya besar/hebat secara berlebih (grandeur) baik dalam fantasi atau perilaku, kebutuhan untuk terus menerus dikagumi, dan kurangnya empati, muncul sejak masa dewasa awal dan hadir selalu dalam berbagai konteks hidup. Gangguan ditunjukkan oleh lima (atau lebih) dari 9 kriteria berikut:
- Memiliki perasaan mementingkan diri sendiri yang berlebihan (mis., melebih-lebihkan prestasi dan bakat, mengharapkan untuk diakui sebagai yang unggul walaupun tanpa bukti keberhasilan yang sepadan).
- Disibukkan dengan fantasi keberhasilan, kekuatan, kecemerlangan, keindahan, atau cinta yang ideal.
- Percaya bahwa dia “istimewa” dan unik dan hanya bisa dipahami oleh, atau harus bergaul dengan, orang-orang istimewa atau berstatus tinggi (atau institusi) lainnya.
- Membutuhkan dikagumi orang lain secara berlebihan.
- Merasa memiliki hak untuk mendapatkan keinginannya (yaitu, harapan yang tidak masuk akal terutama untuk mendapatkan hal-hal yang menguntungkannya, misalkan perlakuan khusus atau kepatuhan orang di sekitarnya untuk memenuhi semua harapannya).
- Melakukan perilaku eksploitatif dalam relasi interpersonal (yaitu, mengambil keuntungan dari orang lain untuk mencapai tujuannya sendiri).
- Kurang empati: tidak mau memahami atau mengidentifikasi perasaan dan kebutuhan orang lain.
- Sering iri pada orang lain atau percaya bahwa orang lain iri padanya.
- Menunjukkan sikap arogan, perilaku angkuh atau sikap buruk pada orang lain.
Jika semua kriteria terpenuhi, dan telah dinilai secara obyektif oleh tenaga kesehatan mental professional (dokter spesialis jiwa atau psikolog klinis), maka baru diagnosa gangguan kepribadian narsisisme dapat ditegakkan. Perlu dipahami, diagnosa tidak bisa dilakukan tanpa bantuan dari tenaga profesional klinis.
Mengapa bisa menjadi narsis?
Pada kepribadian narsisistik sering ditemukan mekanisme pertahanan ego seperti identifikasi, proyeksi, pemisahan (splitting), intelektualisai dan rasionalisasi. Menurut Kernber (1970) individu dengan gangguan kepribadian narsisistik menggunakan pemisahan sebagai mekanisme pertahanan ego utamanya. Jarak antara diri ideal dan diri aktual yang besar menciptakan ketidaknyamanan bagi ego, dan biasanya narsis akan mengembangkan egonya (penggelembungan ego) secara tidak realistis. Lalu narsis berusaha menggabungkan antara diri aktual dan ego yang tidak reaslistis, proses ini tampak dengan munculnya gejala perilaku memegahkan diri. Pada saat yang bersamaan, gambaran diri yang tidak sesuai dengan ego yang tidak realistis, yang biasanya berasal dari diri aktual, akan direpresi dan diproyeksikan pada hal-hal di luar dirinya dengan cara menilai ulang makna dan derajat kepentingan hal-hal tersebut (devaluasi).
Lebih lanjut, mekanisme pemisahan juga sering disertai dengan mekanisme idealisasi dan penyangkalan. Biasanya seorang narsis akan memanipulasi orang-orang di sekitarnya sebagai bagian dari proses penggelembungan dirinya dalam rangka menciptakan ego yang tidak realistis; yaitu dengan cara membuat orang lain memujanya dan mencari persetujuan dari seorang narsis. Namun jika terjadi hal yang tidak sesuai dengan keinginannya, maka narsis akan merendahkan orang atau hal-hal di luar dirinya.
Perlu dipahami bahwa gangguan narsisistik biasa didiagnosis pada usia remaja akhir atau awal masa dewasa. Ahli psikologi klinis jarang memberikan diagnosa gangguan kepribadian pada masa kanak-kanak, karena dianggap kepribadian anak masih berkembang dan dapat berubah hingga ke masa remaja.
Ramani Durvasula menyampaikan pola pengasuhan juga menjadi penyebab munculnya narsisisme. Pola pengasuhan yang tidak penuh mendampingi kebutuhan fisik dan mental anak, yaitu mengabaikan kebutuhan emosional tapi memberikan kebutuhan fisik secara berlebihan atau memanjakan anak secara material. Misalkan: orang tua sering memanjakan anak pergi ke berbagai tempat, tapi mengabaikan kebutuhan emosional anaknya, ketika sedih tidak ada pemahaman, atau ketika takut tidak ditemani. Akibatnya anak memandang bahwa kebutuhan emosional tidak penting, tapi yang penting adalah apa yang tampak secara fisik. Narsis juga bisa terbentuk dari pengasuhan oleh orang tua yang narsis. Orang tua yang narsis akan memberikan perlakuan buruk dan merendahkan anaknya. Selain itu, narsis juga bisa mengalami pengalaman traumatik terkait kekerasan pada masa kecilnya. Sering, narsis akan menggunakan cerita kelamnya untuk mencari simpati dan perhatian dari orang di sekelilingnya, atau membuat pasangannya jatuh iba dan mau mentolerir sikap kasarnya.
Narsis dan pasangannya
Narsis biasanya akan cepat mendapatkan hati pasangannya, atau korbannya karena ia bisa memanipulasi orang lain dengan sikap simpatik dan kehebatannya. Sering ditemukan, seorang narsis akan bergerak cepat dalam pacaran/tunangan bahkan mengajak menikah dengan cepat. Setelah mendapatkan pasangannya, narsis akan mulai mengisolasi pasangannya agar hanya terikat dengannya. Isolasi inilah yang akan digunakan narsis untuk membuat pasangannya tunduk patuh padanya dan minim bantuan dari orang lain di sekitarnya. Bahkan hubungan dengan orang tua atau keluarga pasangannya sekalipun akan dibatasi.
Pasangan narsis biasanya adalah orang yang bisa menjadi sumber suplai pujian/pengaguman/pemujaan yang dibutuhkan narsis. Dalam satu waktu, bisa terjadi ada beberapa sumber suplai pengagum narsis, artinya seorang narsis bisa memiliki beberapa pasangan sekaligus karena mereka masing-masing memuja/memberikan pujian yang dia butuhkan. Narsis bisa memiliki beberapa kekasih dalam satu waktu (promiscuity), atau ia akan meninggalkan pasangannya yang lama jika mendapatkan suplai baru yang lebih banyak memberikan pemujaan baginya.
Perlu dipahami, korban narsis bisa memiliki beberapa karakteristik:
- Orang yang rendah diri (low self esteem): mereka merasa meraka tidak/kurang berharga maka menerima perlakuan apapun yang diberikan padanya.
- Orang yang suka menyenangkan orang lain (people pleaser): mereka merasa bisa memperbaiki/menolong hidup narsis. Mereka merasa bermakna hanya jika bisa menolong orang lain.
- Orang yang idealis/romantis: orang yang percaya bahwa cinta bisa merubah semuanya, termasuk seorang narsis.
Kita perlu memahami siapa korban narsis dalam rangka membantunya keluar dari relasi bermasalah dengan narsis.
Korban juga akan mengalami siklus perhatian-kekerasan (love-violence cycle). Ketika narsis ingin mencapai tujuannya, ia akan memberikan perhatian dan kasih yang sangat berlebihan (love bombing), hal ini menimbulkan perasaan positif bagi korban, namun setelah itu narsis akan menjadi tidak empatik dan kejam kembali. Jika korban ingin meninggalkan narsis, maka narsis akan melakukan tindakan manipulatif untuk mempertahankan pasangannya. Inilah yang akan membangun siklus perhatian-kekerasan, yang bisa membuat korban narsis sulit memutuskan diri dari relasi buruk dengan narsis karena kadang menjadi terfokus pada masa perhatian daripada melihat seluruh kenyataan kekerasan yang dialaminya.
Dampak terburuk isolasi yang dialami orang yang berhubungan dengan seorang narsis adalah korban menjadi individu menjadi meragukan dirinya sendiri, baik secara pribadi, sosial dan profesional. Dia akan ragu apakah mampu mengasihi, atau bahkan bisa bekerja di pekerjaan atau relasi sosialnya. Akibatnya, korban menjadi sulit mengambil keputusan karena ragu pada dirinya sendiri. Durvasula (2019) menyatakan bahwa korban yang sudah mulai meragukan dirinya sendiri akan menampilkan beberapa gejala:
- Selalu merasa harus mencatat setaip pembicaraan, agar dia tidak lupa. Karena sering ia diserang oleh narsis bahwa dia berlebihan/atau mengada-ada.
- Mulai menuliskan penjelasan panjang agar bisa dipahami. Hal ini terjadi karena narsis jarang berusaha memahaminya, sehingga ia berusaha menuliskan penjelasan yang panjang dan detail, berharap agar orang lain bisa memahaminya.
Jika proses meragukan diri terus terjadi bertahun-tahun, maka korban akan sangat kesulitan mencari jalan keluar dari relasi bermasalah dengan narsis. Bisa terjadi gaslighting, proses dimana narsis sengaja membuat perilaku yang menjatuhkan/meragukan pikiran korbannya, hingga korbannya mulai kehilangan keyakinan atas pikirannya sendiri. Harga diri dan kepercayaan dirinya mulai tumpul. Korban akan membutuhkan bantuan untuk bisa keluar dengan sehat.
Bagaimana jika berhubungan dengan seorang narsis?
Judit Orloff (2011) mengemukakan paling tidak ada 3 hal yang dapat dilakukan ketika berhadapan dengan seorang narsis.
- Memiliki harapan realistis atas narsis. Walau narsis tampak meyakinkan, namun sebenarnya kemampuan emosional mereka sebenarnya terbatas. Dengan memahami ini, kita tidak akan terlalu berharap pada seorang narsis untuk memahami dan merespon emosi kita seperti yang kita inginkan.
- Jangan menggantungkan harga diri anda pada seorang narsis. Usahakan untuk tidak terjebak dalam perilaku memegahkan diri seorang narsis. Tahan keinginan untuk ikut menimpali seorang narsis, karena ia tidak akan menghargai atau mengapresiasi kemampuan anda. Namun juga jangan terlarut dalam perilaku selalu berusahan menyenangkan atau mengakui kemegahan diri seorang narsis.
- Dalam hubungan kerja/bisnis, tunjukkan batasan dalam bekerjasama dengan narsis; pastikan sampaikan bahwa apa yang dia lakukan akan memberi keuntungan bagi seorang narsis. Agar dapat berkomunikasi dan bekerjasama dengan seorang narsis, kita perlu memberikan argumen bahwa tujuan kerja akan memberikan keuntungan bagi mereka. Contohnya: ”saya ajak kamu makan malam dengan calon rekan bisnis saya, karena mereka menganggap kamu menyenangkan.” Dengan hal ini, mereka akan lebih sukacita untuk berkomunikasi dan bekerjasama dengan kita karena sesuai dengan egonya.
Jika anda berhubungan dengan seorang narsis, sebaiknya pahami lebih lanjut siapa dan bagaimana seorang narsis berperilaku, karena ada beberapa hal yang penting dipersiapkan dan terus dilakukan, terutama dalam hal komunikasi dan kerjasama sepanjang kita hubungan dengan kita dengan seorang narsis.
Namun dalam hubungan intim, tidak disarankan untuk membangun relasi dengan narsis. Narsis mampu melakukan manipulasi, berbohong, selingkuh dan apapun yang bisa dilakukannya untuk membuat dirinya mencapai apa yang diinginkannya termasuk menyakiti pasangannya. Kemampuan narsis dalam membangun hubungan intim yang sehat akan berada di bawah rata-rata. Meraka akan lemah terutama dalam hal kepekaaan dan empati pada pasangan, dimana hal-hal ini sangat dibutuhkan secara mendasar dalam membangun hubungan intim yang sehat. Karakter kurangnya empati ini bukan hal yang mudah dirubah, artinya bahkan psikoterapi pun belum tentu berhasil membuat narsis menjadi lebih baik dalam relasi intim.
Simpulan
Walaupun dunia sosial media bisa membentuk karakter narsis pada manusia, namun perlu dibedakan gejala narsis dan gejala mental klinis – gangguan kepribadian narsisisme. Gangguan kepribadian narsisisme hanya bisa ditentukan jika kriteria klinis ditegakkan oleh tenaga kesehatan mental yang profesional. Dasar dari persoalan narsisisme adalah kerapuhan harga diri yang bisa muncul dalam bentuk perilaku bermegah diri sehingga bahkan munculnya perilaku kasar, manipulatif dan perilaku jahat. Narsis juga akan lemah dalam membangun relasi intim yang sehat, karena kurangnya kepekaan terhadap kebutuhan emosional orang lain, kesulitan bekerjasama dan kurang empatik. Narsis juga cenderung memperlakukan pasangannya sebagai alat untuk mencapai tujuannya dan untuk memberikan suplai pengaguman/pemujaan yang dia butuhkan, tapi pasangan narsis tidak akan mendapatkan pemenuhan kebutuhan emosionalnya. Perlu dipahami bahwa perubahan kepribadian adalah hal yang sangat sulit, oleh karena itu disarankan agar mempertimbangkan ulang atau menghindari narsis sebagai pasangan intim.
Referensi
Brooks, D. (2011, 10 Maret). The modesty manifesto. New York Times. Diunduh dari http://www.nytimes.com/2011/03/11/opinion/11brooks.html?_r=1 pada tanggal 19 Desember 2011.
Durvasula, R. (2019). The narcissism epidemic. Dari https://www.facebook.com/redtabletalk/videos/571984246943596/UzpfSTUzNjY3OTYyOToxMDE1ODE0ODc4NDc4NDYzMA/
Orloff, J. (2011). Emotional freedom: Liberate yourself from negative emotion and transform your life. California; Three Rivers Press.
Kernberg, O.F. (1970). Factors in the psychoanalytic treatment of narcissistic personalities. Journal of the American Psychoanalytic Association, 18, 56-69.