Pelecehan Seksual di Tempat Kerja
Oleh: Margaretha, Dosen Psikologi Forensik
Fakultas Psikologi Universitas Airlangga
Data yang dihimpun International Labor Organization (Menakertrans & ILO, 2011), di dunia trend pelecehan seksual di tempat kerja terus meningkat (ILO, 2011). Di Uni Eropa, 30-50% perempuan dan 10% laki-laki mengalami pelecehan seksual di tempat kerja, di kawasan Asia Pasifik ada sebanyak 30-40% karyawan. Khusus di Asia, sebanyak 18% karyawan di Cina dan 16% tenaga kerja di Arab Saudi juga mengalami pelecehan seksual di tempat kerja (Hadi, 2010).
Di Indonesia, penelitian mengenai pelecehan seksual di tempat kerja saat ini sangatlah sedikit; bahkan hampir tidak cukup untuk menjelaskan bagaimana fenomena ditangani di Indonesia. Selama ini kasus-kasus pelecehan seksual yang dialami tenaga kerja perempuan tidak terungkap ke publik dan sulit diperoleh. Namun ada beberapa survei yang dapat digunakan sebagai indikasi fenomena kasus pelecehan seksual di tempat kerja di Indonesia. Kompas (2013) menuliskan bahwa di Jakarta, terdapat sekitar 80.000 orang tenaga kerja, dimana sebanyak 90% dari angka tersebut merupakan tenaga kerja wanita dan 75% tenaga kerja wanita yang ada di Jakarta melaporkan telah mengalami kekerasan seksual. Komnas Perempuan pada tahun 2012 menemukan terdapat 216.156 kasus kekerasan seksual di Indonesia; di antaranya diterima oleh tenaga kerja wanita sebanyak 2.521 kasus (Priharseno, 2013).
Kasus pelecehan seksual di tempat kerja yang paling sering dialami tenaga kerja perempuan berada di dalam pabrik yang dilakukan oleh atasan mereka, atau rekan tenaga kerja laki-laki (Priharseno, 2013). Salah satu ancaman yang digunakan oleh pelaku adalah kontrak kerjanya tidak akan diperpanjang jika tidak mau memenuhi permintaan seksual atasannya (Priharseno, 2013). Tidak hanya itu, para tenaga kerja juga dapat menjadi obyek pelecehan seksual di luar pabrik, seperti: ketika para tenaga kerja itu pulang pada malam hari karena lembur dan kantor tidak menyediakan transportasi yang aman sehingga rentan terkena pemerkosaan (Priharseno, 2013).
Pelecehan seksual yang terjadi pada tenaga kerja perempuan beragam modusnya, mulai dari pelecehan fisik yang mengarah ke perbuatan seksual (seperti mencium, mencubit, menepuk dan lain-lain), pelecehan secara lisan, pelecehan isyarat (seperti: bahasa tubuh yang mengarah hubungan seksual), pelecehan tertulis atau gambar porno, serta pelecehan psikologis misalnya ajakan berhubungan seksual secara terus menerus dan tidak diinginkan (Herdiyani, 2013).
Tenaga kerja perempuan masih banyak belum memahami bahwa tindakan pelecehan seksual adalah salah satu bentuk dari kekerasan terhadap perempuan (Herdiyani, 2013). Tenaga kerja perempuan yang menjadi korban pelecehan seksual biasanya merasa terhina, malu dan takut melapor. Pada beberapa kasus, jika ia memutuskan untuk melapor, bisa jadi malah mendapatkan berbagai bentuk intimidasi bahkan ancaman dipecat oleh atasan dan pihak perusahaan karena dianggap merusak nama baik perusahaan (Herdiyani, 2013).
Lalu apakah yang dapat dilakukan oleh tenaga kerja dan perusahaan untuk mencegah pelecehan seksual di tempat kerja? Tulisan ini menguraikan persoalan pelecehan seksual di tempat kerja dengan menggunakan ulasan literatur.
Baca lebih lanjut →
Menyukai ini:
Suka Memuat...