Sebuah Dielektika Sederhana dalam Psikologi Forensik: Tantangan Psikolog sebagai Ilmuwan dan Profesional Karya Yusti Probowati

Sebuah Dielektika Sederhana dalam Psikologi Forensik: Tantangan Psikolog sebagai Ilmuwan dan Profesional Karya Yusti Probowati (2008)

Oleh: Rizal Agung Kurnia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Airlangga,

Saat ini sedang mengikuti mata kuliah Psikologi Forensik di Fakultas Psikologi Universitas Airlangga


Tulisan ini mencoba mengulas secara sederhana isi dari sebuah artikel ilmiah karya Prof. Dr. Yusti Probowati seorang Guru Besar Fakultas Psikolog Universitas Surabaya yang dibacakan di Surabaya 19 April 2008 dalam orasi pengukuhan beliau. Tentu isi dalam tulisan ini tidak akan jauh melebar dari judul Psikologi Forensik: Tantangan Psikolog sebagai Ilmuwan dan Profesional karya Yusti Probowati. Karya tersebut menjelaskan beberapa fokus pembahasan diantaranya permasalahan Pskologi Forensik di Indonesia, definisi Psikologi Forensik, Psikologi Forensik: Ilmuwan dan Praktisi, dan pengembangan Psikologi Forensik di Indonesia, serta beberapa saran untuk Psikologi Forensik kedepannya.

Saya sebagai penikmat sebuah karya ilmiah ini dengan latar belakang kajian yang berbeda mencoba untuk membaca dan memahami tulisan beliau tentang Psikologi Forensik. Pemaparan yang dituliskan beliau tentang Psikologi Forensik sangat runtut dan jelas. Mulai dari pemunculan masalah psikologi yang berkaitan dengan proses hukum, apa itu Psikologi Forensik, bagaimana interaksi yang terjadi antara Ilmu Hukum dengan Psikologi yang sangat berbeda namun perlu harmonisasi diantara keduanya, lalu bagaimana seharusnya seorang Psikolog Forensik bersikap sebagai ilmuwan ataupun professional, kemudian secara lengkap pula beliau menjelaskan perkembangan Psikologi Forensik di Indonesia dan beberapa masukkan yang menurut saya sangat membangun dalam pengembangan Psikologi Forensik di Indonesia.


Permasalahan hukum di Indonesia memang tidak sedikit jumlahnya, namun hukum di Indonesia sering tidak melibatkan seorang ahli psikologi dalam membantu proses hukum. Probowati menyebutkan beberapa kasus kriminal yang perlu peran seorang ahli psikologi, dalam hal ini Psikolog Forensik. Kasus seperti pembunuhan, pemerkosaan, dan menurut saya hampir semua kasus hukum, selama itu melibatkan manusia sebagai tokoh, Psikolog Forensik harus ikut andil dalam proses hukum, mulai dari pra persidangan sampai pasca pemberian hukuman.

Sebelum jauh melangkah perlu kiranya kita mengetahui apa itu Psikologi Forensik? Probowati menyebutkan bahwa ada permasalahan dalam penyebutan istilah antara lain seperti Psychology in Law, Psychology and Criminology, Psychology of Court Room, dan Investigative Psychology, dan banyak istilah lain. Weiner dan Hess (probowati:3) menjelaskan Psikologi Forensik sebagai layanan psikologi dalam sistem hukum, psikologi melakukan pengembangan pengetahuan spesifik tentang isu hukum, serta melakukan riset pada permasalahan hukum yang melibatkan proses psikologi. Pengertian tersebut membuat psikologi perlu sebuah fokus kajian yang berkaitan dengan proses hukum, yaitu Psikologi Forensik.

Lebih lanjut, Probowati juga menyebutkan beberapa sikap seorang psikolog yang menekuni fokus kajian Psikologi Forensik baik itu sebagai Ilmuwan ataupun seorang praktisi. Ilmuwan Psikologi Forensik tentu bertugas terus mengembangkan keilmuwan dengan melakukan kajian-kajian secara lebih dalam dan penelitian yang berkualitas terkait psikologi dalam proses hukum. Banyak topik yang dapat dibicarakan oleh ilmuwan diantaranya topik di kepolisian: pelaku tindak pidana, saksi, korban, serta polisi, lalu topik di kejaksaan meliputi penggailian informasi dan karakteristik jaksa, kemudian topik di pengadilan: hakim, terdakwa, jaksa, pengacara, dan yang terakhir topik di Lembaga Pemasyarakatan mencakup narapidana dan petugas lapas.

Tantangan bagi seorang ilmuwan Psikologi Forensik adalah benturan kajian antara ilmu hukum yang sangat advokatif dan ilmu psikologi yang sangat objektif yang akan menjadi sebuah pelangi ilmu pengetahuan jika ilmuwan itu serius dan cermat dalam melakukan kombinasi dua kajian tersebut, karena pada dasarnya semua ilmu bersumber dari satu kajian yaitu Filsafat. Tidak jauh beda dengan seorang ilmuwan, seorang praktisi juga tentu harus lebih mahir dalam penguasaan kajian hukum dan psikologi, karena tanpa itu kerja yang dilakukan tidak akan mendapat hasil yang maksimal. Di ranah ini seorang praktisi akan dituntut mendamaikan dua kajian besar tersebut kemudian menerapkan untuk membantu aparat dalam proses hukum, dalam tulisan ini juga dijelaskan tugas seorang praktisi yang bisa dibaca sendiri dalam artikel Psikologi Forensik: Tantangan Psikolog sebagai Ilmuwan dan Profesional Karya Yusti Probowati yang secara singkat mencakup proses psikologi di kepolisian, pada pelaku, pembuatan Criminal Profiling, pada korban, saksi, di kejaksaan, pengadilan, dan juga Lembaga Pemasyarakatan. Tugas seorang praktisi atau profesi Psikologi Forensik tidak hanya membantu dalam proses hukum sebagai saksi ahli di persidangan, namun seorang profesi juga harus mampu memberikan asesmen dan rehabilitasi sehingga pelaku kejahatan mampu dan bisa diterima sebagai anggota masyarakat dan tentunya tidak akan mengulangi perbuatannya.

 

Probowati juga menuliskan perkembagan kajian Psikologi Forensik di Indonesia yang menurut saya juga sangat lengkap.Tidak jauh beda dengan kajian saya Linguistik Forensik, Psikologi Forensik juga masih muda dan perlu pengembangan lebih jauh dan berkualitas. Pencarian sumber referensi tentang kajian baru ini memang sangat sulit diperlukan kemauan mahasiswa untuk mencari sendiri bahan yang diperlukan untuk menjadi seorang ilmuwan atau praktisi forensik dalam hal ini Psikolog forensik. Saya sependapat dengan Probowati ketika Psikologi Forensik harus dikenalkan sejak Strata 1, namun untuk menjadi ilmuwan ataupun praktisi menurut saya tidak perlu menunggu Strata 2 ataupun Strata 3. Memang tidak dipungkiri pengkajian Ilmu Forensik sangat panjang, namun bukan berarti membatasi ruang gerak mahasiswa Strata 1 ketika ingin fokus dalam kajian ini dan ingin menjadi seorang ilmuwan ataupun praktisi. Pemikiran bahwa sarjana itu hanya mengenal teori tentunya sangat membatasi,  harusnya masyarakat tidak melihat seorang sarjana dari segi teori saja, memang tidak banyak sarjana yang sudah bisa menerapkan teori dalam kehidupan, namun tetap ada mahasiswa yang fokus menekuni kajian tersebut dan kemungkinan dia sudah bisa jadi seorang profesional. Inilah kendala di negeri ini, atau bahkan dunia, yang hanya bertumpu pada pengakuan orang lain atau sekedar kertas bertulis sertifikat yang menyatakan orang itu mampu dalam penerapan teori dan menjadi seorang praktisi.

Ilmu Forensik, apa pun jenisnya sudah seharusnya memberikan sumbangsi yang penting dalam proses hukum  di Indonesia, pembentukan forum diskusi atau Asosiasi Mahasiswa Forensik Indonesia menurut saya sangat mewadahi perkembangan Ilmu Forensik di Indonesia, jadi tidak hanya kumpulan para praktisi.
Tulisan probowati sangat cocok dibaca oleh mahasiwa yang memang menekuni ilmu Psikologi Forensik, dan ilmu Forensik dalam wilayah yang lebih luas. Mungkin dialektika sederhana saya tentang artikel ini jauh dari sempurna, karena latar belakang kajian saya yang memang berbeda. Semoga bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan.

Referensi:

Probowati, Y. (2008). Tantangan Psikolog: Sebagai Ilmuwan dan Profesional. Anima, 23, 338-353.

8 komentar di “Sebuah Dielektika Sederhana dalam Psikologi Forensik: Tantangan Psikolog sebagai Ilmuwan dan Profesional Karya Yusti Probowati

  1. selamat pagi
    perkenalkan saya mahasiswa psikologi unpad yang sedang menyelesaikan S1, dan saya mendapat banyak manfaat dari tulisan Anda. Kalau boleh, ada yang ingin saya tanyakan. Sebenarnya apa beda antara psikologi forensik dan kriminologi? karena saya masih merasa rancu dari sumber-sumber yang saya dapat. terima kasih

  2. salam kenal mas Faris 🙂
    hmm menurut saya,keduanya sama-sama berkaitan dengan ilmu hukum ya mas.. yang kriminologi itu hanya sebatas teori-teori yagn membuat kita tahu apapun yang berkaitan dengan kejahatan. sedangkan untuk psikologi forensik itu penerapan ilmu psikologi untuk membantu proses hukum. tentu psikologi forensik meninjau dari segi psikologis, pelaku ataupun korban. psikologi forensik tak akan menemui hasil yang akurat jika si ahli tak paham kriminologi 😀 maaf jika jawaban saya kurang begitu memuaskan 😀

  3. Halo mas Faris,
    maaf saya baru bisa membalas. Menurut pemahaman saya, Psikologi forensik adalah kajian penerapan prinsip-prinsip psikologi di bidang peradilan dan sistem hukum. maka sering psikologi forensik dipandang sebagai bagian psikologi terapan yang mempertemukan kajian psikologi dan hukum. Kajian psikologi secara khas pada perilaku manusia dapat diterapkan untuk memahami perilaku kriminal atau pun berbagai perilaku lain (non-kriminal) yang menjadi kajian dalam bidang peradilan dan hukum, misalkan: bukan hanya diskusi tentang perilaku kriminalitas, koreksi dan rehabilitasi narapidana, namun psikologi forensik juga dapat mengkaji tentang kepribadian hakim dan jenis keputusan yang diambilnya, bagaimana mengoptimalisasi coping stress polisi dan kajian lainnya. Maka kajian psikologi forensik dapat dipertimbangkan untuk dapat memberikan masukan atas proses peradilan dan hukum (amicus brief). Salah satu peran psikolog forensik yang paling sering dilakukan adalah memberikan keterangan mengenai keadaan psikologis orang-orang yang terlibat dalam sistem hukum dan peradilan, contohnya: menjadi saksi ahli mengenai kesehatan mental terdakwa kejahatan di persidangan.

    Sedangkan kriminologi adalah salah satu kajian ilmu sosial yang fokus dalam membahas perilaku kriminal, dan menggunakan berbagai penjelasan ilmu sosial, humaniora dan perilaku dalam memahami dan menjelaskan kejahatan. Sehingga upaya penjelasan kejahatan lebih luas, contohnya penyebab kejahatan bisa dilihat dari faktor personal manusia, faktor sistem sosial dan faktor2 kontekstual lainnya. Usaha penjelasan kriminologi sering digunakan untuk mendefinisikan kejahatan, melihat insidensi dan penyebab kejahatan, bentuk kejahatan, serta konsekuensi kejahatan. Secara umum, seorang kriminolog sering dimintai bantuan untuk menganalisa suatu bentuk kejahatan yang terjadi di masyarakat.

    ok mungkin itu dulu. jika ada diskusi lain silakan dilanjut saja. trims

  4. selamat siang saudara. saya sangat tertarik dengan bahasan mengenai psikologi forensik di blog saudara
    saya punya pertanyaan, dimanakah universitas di Indonesia selain UI yang mempelajari psikologi forensik? atau mungkin adakah universitas swasta di Indonesia yang menyediakan program S2 psikologi forensik? terima kasih sebelumnya 😀

  5. Selamat Sore Bu Retha, saya Jenifer Tambunan yang kebetulan adalah murid Bu Retha di Psikologi Universitas Airlangga. Dibilang kebetulan karena saya sedang tertarik mengenai ilmu Psikologi Forensik, lalu menemukan artikel ini. Saya jadi merasa bangga jadi murid Bu Retha, hehe.
    Anyway, yang saya ingin tanyakan, saya sebagai mahasiswa S1, jika saya ingin mengambil ilmu Psikologi Forensik nantinya, sebaiknya peminatan apa yang saya ambil untuk mempermudah saya nantinya? Apakah lebih ke klinis, atau sosial? Terima kasih bu, sukses terus!

    • Psikologi forensik bisa dikaji dari berbagai area di psikologi. Namun memang yang cukup kuat dasarnya adalah di Psikologi Klinis. Tapi tentu saja belajar Psikologi Forensik nantinya akan mempelajari juga irisan dengan berbagai area psikologi, seperti: sosial, perkembangan, neuropsikologi, dll.
      Sukses.

    • Bisa ambil dari manapun. karena ini multidiscipliner. tapi jikalau menyukai psikologi dalam, yang bisa digunakan untuk menganalisa pelaku kejahatan, bisa ambil psikologi klinis.
      salam.

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s