Apa yang Gereja dapat lakukan untuk menghentikan KDRT?

Apa yang Gereja dapat lakukan untuk menghentikan KDRT?

Oleh: Margaretha

Fakultas Psikologi Universitas Airlangga

church 1

Dalam website United States Conference of Catholic Bishops (USCCB), mereka menyatakan bahwa gereja katolik menolak tegas kekerasan pada perempuan baik di dalam rumah atau kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), serta di luar rumah. Segala bentuk kekerasan –  fisik, seksual, psikologis, verbal- adalah Dosa, serta kejahatan hukum. Gereja memahami bahwa kekerasan dapat juga terjadi pada laki-laki, namun sebagian besar korban kekerasan adalah perempuan dan anak-anak. Sebagian besar kekerasan pada perempuan dilakukan oleh pasangan atau suaminya.

Gereja katolik mengajarkan bahwa hukum yang utama adalah Kasih, maka kekerasan pada manusia lain adalah pelanggaran hukum utama gereja. Ketika mengalami kekerasan keluarga yang telah diberkati dengan sakramen suci pernikahan, maka korban dapat bertanya, “Bagaimana mungkin kekerasan yang saya alami ini bisa membuat saya mempertahankan janji saya dulu untuk bersama dalam suka dan duka?” Seharusnya, adalah tugas gereja membantu korban memahami bahwa menghentikan kekerasan bukanlah membatalkan janji pernikahan. Baca lebih lanjut

Kekerasan verbal (1): Kekerasan Verbal dalam Relasi Intim

Kekerasan Verbal

Oleh: Margaretha

verbal-abuse

Penggalan dialog di bawah menunjukkan kekerasan verbal yang dialami seorang korban dan dilakukan pelaku. Dengan model pembicaraan seperti ini, kemungkinan besar ini adalah pola berulang. Artinya kekerasan verbal bukan terjadi sekali, namun berkali-kali, sehingga kekerasan menjadi pola dalam relasi intim.

A: Papa, apakah kita bisa bicara via Skype? (pertanyaan)

B: Kamu jadi istri bisanya menuntut saja. Ga tahu apa koneksi internet di sini ga bagus? (marah, memblok pembicaraan, tidak menjawab pertanyaan)

A: Maksud Mama tanya kok. Kalau papa tidak bisa Skype ya ga apa. (menjelaskan, tidak mendapat jawaban)

B: Istri kok goblok banget sih. Dasar ga istri kompeten (marah, kekerasan, melabel)

A: Tolong jangan kasar dulu, Pa. (negosiasi, mengalihkan luka)

B: Memangnya kamu mau saya jadi banci? (menuduh)

A: Bukan itu maksud Mama… (menjelaskan, mulai putus asa)

B: Seperti bekas pacarmu itu? Banci. Tidak sudi saya jadi banci. Diinjak-injak sama perempuan macam kamu. (marah, menuduh, kekerasan, memblok pembicaraan)

A: Maksud Papa apa bicara begitu? Kamu kasar (membela diri, menyampaikan emosi)

B: Perempuan macam apa kamu bicara begitu pada suami. Sudah syukur dulu kamu saya nikahi. Kalau tidak, kamu ga laku tau. (marah, memblok komunikasi, menyerang, melabel)

A: (menangis)… (menarik diri, merasa kalah)

B: Kenapa menangis? Kamu terlalu sensitif. Lihat, kamulah yang selalu memancing emosi dan buat saya marah. Itu salahmu sendiri. Dasar provokator, istri tidak berguna (marah, kekerasan, pengalihan tanggung-jawab)

Baca lebih lanjut

Tipologi Pelaku KDRT

Tipologi Pelaku KDRT

Oleh: Margaretha

Dosen Pengajar Psikologi Forensik, Universitas Airlangga

surreal-man-with-hands-covering-faceAh masa iya, dia itu pelaku KDRT?” kata seseorang ketika mendengar berita dari temannya. “Kan, dia laki-laki yang pintar dan banyak membuat tulisan serta buku, sering tampil di seminar-seminar. Masa bisa berbicara filosofis begitu tapi kelakuannya sama sekali bertolak-belakang?”. Tambahnya lagi, “Ternyata, pelaku KDRT bukan tampak seperti penjahat saja ya, yang tampil dan bicara meyakinkan juga ternyata bisa sungguh keji memperlakukan perempuan”.

Baca lebih lanjut

Menghapus Mitos KDRT dalam Gereja

Menghapus Mitos KDRT dalam Gereja

Oleh: Margaretha

Dosen Fakultas Psikologi Universitas Airlangga

dv free zoneDalam buku “Responding to Domestic Violence: Guidelines for those with pastoral responsibilities” oleh Kathleen Ben Rabha dan koleganya di tahun 2006, terurai bahwa kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) telah dianggap sebagai masalah yang penting ditangani di gereja.

Gereja memiliki standar yang tinggi terhadap kasih, kepedulian serta kesetiaan dalam pernikahan serta keluarga. Oleh karena itu, selayaknya gereja juga memberikan bantuan ketika keluarga mengalami persoalan, termasuk di dalamnya KDRT. Akan menjadi suatu hal yang menyedihkan jika gereja gagal dalam melindungi korban KDRT dan tidak membantu proses penyelesaian KDRT hanya karena ketidaktahuan dan keengganan keluar dari mitos. Apalagi jika dengan ketidakberpikiran tersebut, malah seakan-akan mendukung pelaku KDRT dan menambah beban korban KDRT.

Berikut adalah ulasan atas beberapa mitos, yang masih dilakukan oleh orang-orang di gereja yang tidak memahami KDRT. Sayangnya, jika perilaku seperti ini muncul terus, KDRT tidak akan tertangani hingga tuntas.

  1. Penyangkalan adanya masalah

“Tidak ada KDRT dalam gereja kami.”

Kenyataannya: KDRT terjadi di berbagai tempat, dilakukan oleh berbagai orang dari berbagai latar belakang pendidikan, agama dan budaya. Penyangkalan adalah tanda ketidakpedulian. Penyangkalan KDRT yang dialami oleh orang dalam hubungan sesama jenis bisa jadi berlipat. Komunitas gereja bisa jadi lebih dulu memberi respon negatif atas hubungan sesama jenis mereka, dan hal ini akan tambah menyulitkan korban KDRT untuk mencari bantuan. Baca lebih lanjut