Gradasi Kekejian: Tingkat pembunuhan keji menurut Michael Stone (2009)

Gradasi Kekejian: Tingkat pembunuhan keji menurut Michael Stone (2009)

Oleh: Margaretha

Pengajar Psikologi Forensik

Fakultas Psikologi Universitas Airlangga

Anatomy of Evil by Michael Stone

Sepanjang sejarah kita telah mendengar berbagai cerita yang begitu keji dilakukan manusia. Kain membunuh saudaranya sendiri Habil; Remus membunuh Romulus; hingga pada abad ini muncul beberapa kasus pembunuhan berantai. Manusia membunuh manusia-manusia lain dengan berbagai cara. Beberapa pelaku melakukannya karena menikmati proses penyiksaan yang dilakukan sebelum membunuh korbannya. Bahkan usaha-usaha menghilangkan korban pun terdengar sangat aneh dan menakutkan, dari cara pembakaran, mutilasi hingga kanibalisme. Mendengarnya pun kita merasakan teror dan ketakutan.

Mengapa seorang manusia bisa melakukan kekejian (evil)? Dalam memahami berbagai perilaku keji yang dilakukan oleh manusia ini, apakah ada tingkat kekejian yang membedakan satu tindakan keji dari yang lain? Tulisan ini akan menguraikan mengapa manusia melakukan kekejian, dan usaha memahami berbagai perilaku kekejian yang diuraikan oleh Michael Stone, seorang Psikiater Forensik yang telah menganalisis kasus kejahatan keji di Amerika Serikat.

Baca lebih lanjut

Apakah hati nurani (conscience)?

Apakah Hati Nurani (conscience)?

Oleh:
Margaretha
Dosen pengajar di Fakultas Psikologi Universitas Airlangga

imageBerikut adalah dua cerita.

Dalam perjalanan pulang ke rumah, Amir melihat seorang remaja perempuan yang sedang menawarkan pada orang-orang di jalan untuk menyumbang suatu panti asuhan yang sedang membutuhkan bantuan dana. Si remaja putri, sebagai salah satu anak yang tinggal di panti tersebut, menyampaikan bahwa dana bantuan sangat dibutuhkan untuk memperbaiki panti asuhannya yang sudah bocor dan banyak tempat tidur anak yang mulai rusak. Setiap orang yang lewat akan disapa dan diajak untuk menyumbang. Namun dari sepanjang jalan, Amir melihat tidak ada seorangpun yang mau berhenti untuk menyumbang. Hati Amir tergerak, untuk berhenti dan menyumbang remaja itu. Amir lalu berhenti, berbicara dengan si remaja dengan penuh perhatian, lalu memberikan sumbangan bagi panti asuhan tersebut.

Ibu Ani bekerja membuat nugget ayam dan memasarkannya di pasar-pasar tradisional. Selama ini, ia merasa keuntungannya sangat sedikit. Teman-temannya mengatakan bahwa dengan menggunakan daging ayam yang mulai rusak dan menggunakan ‘blek’ (borax) maka keuntungan akan berlipat-lipat karena bahan baku nugget menjadi jauh lebih murah dan blek membuat nugget tahan lama. Bu Ani tahu bahwa borax dilarang digunakan dalam makanan, namun ia tetap berpikir untuk menggunakan blek agar keuntungannya bertambah. Dalam pikirannya, uang dari menjual nugget sangat dibutuhkannya untuk menyekolahkan anaknya.

Bagaimana pandangan anda ketika membaca dua penggal cerita di atas? Sebagian orang yang membacanya mungkin merasa lega dan senang, ketika membaca Amir akhirnya memutuskan berhenti dan menyumbang, bukannya acuh dan berlalu begitu saja; dan akan kurang senang atau membenci perilaku Ibu Ani yang tidak memperhatikan kesehatan orang lain demi keuntungan pribadi. Apakah menurut anda, Amir melakukan perilaku menyumbang atas dasar hati nurani? Apakah perilaku Bu Ani terjadi karena ia tidak memiliki hati nurani?

Apakah hati nurani itu? Tulisan pendek ini akan mengulas sedikit mengenai hati nurani manusia, lalu bagaimana hati nurani berkembang, serta relevansinya dengan pendidikan anak.
Baca lebih lanjut

Kejahatan Anak

Kejahatan Anak

Oleh: Margaretha, Pengajar Psikologi Forensik, Fakultas Psikologi Universitas Airlangga, Surabaya

Seorang anak kelas 1 Sekolah Dasar usia 7 tahun menjadi tersangka pembunuhan teman sepermainannya yang berusia 6 tahun. Dicurigai pembunuhan disebabkan oleh pertikaian karena korban anak berhutang uang Rp.1000,- pada tersangka anak (Kabar Sore TV One, 27 April 2013)

073332-juvenile-detention

Ada rasa terkejut dan kengerian ketika mendengar kabar seperti ini. Seperti tidak percaya, mengapa seorang anak, yang biasanya dilihat sebagai mahluk tidak berdosa, bisa melakukan perilaku seperti itu. Namun persoalannya, ternyata ini bukan kasus pertama kejahatan yang dilakukan oleh anak. Fenomena kejahatan anak ini perlu dipahami asal-usulnya, agar kita tahu bagaimana cara menghadapinya kelak. Tulisan ini akan mengulas beberapa pertanyaan yang muncul ketika berhadapan dengan kejahatan anak. Baca lebih lanjut

Criminal Profiling dan Psychological Autopsy

Criminal Profiling dan Psychological Autopsy

Oleh Margaretha, Dosen Psikologi Forensik

Fakultas Psikologi Universitas Airlangga, Surabaya

criminal profiling

Usaha Psikologi Forensik membantu proses hukum dan peradilan dapat terjadi sejak proses penyelidikan dan penyidikan. Penyelidikan adalah tahapan hukum dimana usaha-usaha dilakukan untuk mengetahui ada atau tidaknya suatu kejahatan serta menentukan apakah perlu dilakukan usaha penyidikan untuk mencari korban dan pelaku; sedangkan penyidikan adalah usaha-usaha mencari bukti untuk menentukan tersangka pelaku kejahatan. Dalam kedua tahapan ini setidaknya ada 2 proses yang dapat dilakukan seorang ahli Psikologi, yaitu: pembuatan profil kriminal (criminal profiling) dan autopsi psikologis (psychological autopsy).

Baca lebih lanjut